Senin, 19 Mei 2008

Surat dari Ternate

oleh: Sangkot Marzuki

KALAU orang Indonesia ditanya siapa pencetus teori evolusi, jawabannya hampir pasti Charles Darwin. Jawaban ini mungkin akan dilengkapi keterangan bahwa teori itu lahir setelah pelayaran Darwin ke Galapagos.

Sebenarnya nama yang lebih tepat disebut adalah Alfred Russel Wallace. Ia menemukan teori ini setelah diilhami oleh keanekaragaman hayati Indonesia, yang disebutnya memiliki dua macam fauna yang sangat berbeda, sebesar perbedaan hewan Afrika dan Amerika Selatan. Bukan karena kebanggaan buta sebagai bangsa Indonesia jika nama Wallace lebih patut disebut, tapi karena demikianlah yang sesungguhnya.

Siapakah Wallace? Mengapa dia terlupakan dan justru Darwin yang mendapat semua kehormatan sebagai pencetus teori akbar tersebut? Hikmah apa yang dapat diambil dari sejarah karya ilmiah Wallace di tanah air kita?
***

Wallace lahir di Desa Usk, Monmouthshire, Wales, pada 1823. Tidak seperti Charles Darwin, dia bukan berasal dari keluarga kaya. Ia harus segera bekerja-jadi guru di Leicester, Inggris-setamat dari Hertford Grammar School.

Ia memulai karier sebagai penjelajah alam dengan bertualang di hutan tropis Brasil yang berakhir tragis. Dalam pelayaran pulang ke Inggris pada 1852, kapalnya terbakar bersama seluruh koleksi serta catatannya. Toh, dengan mengandalkan ketajaman otaknya, ia masih dapat menuliskan pengalamannya dalam Travels on the Amazon and Rio Negro, yang terbit pada 1853.

Setahun kemudian ia bertolak ke Singapura. Inilah pangkalannya dalam menjelajahi Nusantara-dari Maluku, Kalimantan/Borneo, Jawa, Sulawesi, serta Lombok dan pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara, sampai beberapa pulau dekat Papua, seperti Kei serta Rajah Ampat. Selama delapan tahun, dengan bantuan dari para raja di Indonesia dan Malaysia kala itu, seperti Raja Sarawak dan Sultan Ternate, ia mengumpulkan, mempelajari, serta mencatat puluhan ribu spesimen-terutama mamalia, burung, dan serangga. Koleksi spesimen dan catatan pengamatannya secara berkala dikirim ke Inggris, termasuk kepada sejawatnya, Charles Darwin.

Kala di Sarawak, pengamatan Wallace sampai pada mata rantai asal-usul spesies. Dia menemukan: perubahan pada spesies terjadi mengikuti urutan yang alami. Masalahnya, ia belum tahu mengapa dan bagaimana makhluk hidup berubah menjadi bentuk baru yang berbeda satu dengan lain dalam banyak hal; mengapa dan bagaimana spesies menjadi begitu teradaptasi untuk cara hidup yang khas; serta mengapa dan bagaimana spesies-antara menghilang seperti tersaksi dari fosil geologi.

Jawaban atas pertanyaan itu ditemukan tiga tahun kemudian di Ternate. Waktu itu ia sedang gering parah-kemungkinan besar terjangkit malaria-sehingga hanya bisa berbaring dan berpikir. Kala itu ia menyadari bahwa dalam dunia hewan, individu yang sehat umumnya terhindar dari penyakit. Yang terkuat, tercepat, dan tecerdik terhindar dari musuh. Pemburu terbaik terhindar dari musim buruk.

Tiba-tiba saja segalanya menjadi jelas bagi Wallace. Semua proses ini pada akhirnya bermuara pada perbaikan ras. Individu yang inferior akan mati lebih dulu, sedangkan yang superior bertahan-dengan kata lain, the fittest would survive. Eureka, inilah proses evolusi yang mendasari munculnya spesies baru.

Wallace segera menulis ide besar tersebut. Dua hari kemudian ia mengirimkannya kepada Charles Darwin. Surat dari Ternate itu mengagetkan Darwin yang sedang memikirkan soal yang sama dan menggemparkan para ilmuwan di Inggris.

Pada 1 Juli 1858, perkumpulan ilmuwan Inggris, Linnean Society, menggelar presentasi ilmiah untuk mengupas temuan itu. Surat dari Ternate karya Wallace bersama beberapa cuplikan buram makalah karya Darwin dibacakan di hadapan Linnean Society tanpa dihadiri Darwin ataupun Wallace. Dalam pengantar presentasi yang disiapkan Charles Lyell dan Joseph Hooker-keduanya kawan dan mentor Darwin-dideklarasikan bahwa Darwin dan Wallace secara terpisah telah melahirkan teori yang menjelaskan kemunculan beragam bentuk makhluk hidup. Mengapa Darwin ikut disebut?

Menurut pendukung Darwin, dan opini inilah yang berkembang dominan sekarang, Darwin sudah hampir siap mengumumkan pemikirannya waktu surat dari Ternate tiba. Argumentasinya adalah bahwa Darwin, sesudah pelayaran terkenalnya dengan H.M.S. Beagle ke Kepulauan Galapagos, telah 20 tahun memikirkan teori yang dapat menjelaskan misteri keunikan makhluk hidup di kepulauan itu. Surat dari Ternate dengan demikian sekadar memacu dia menulis buku yang setahun kemudian dipublikasikan dengan judul The Origin of Species-asal-usul spesies.

Sebagian ahli sejarah ilmu pengetahuan mempertanyakan keabsahan argumentasi ini. Soalnya, dalam presentasi di depan Linnean Society kala itu, hanya fragmen tulisan Darwin yang dapat dibacakan, padahal presentasi Wallace merupakan konsep pemikiran lengkap yang tertulis layaknya makalah ilmiah. Menurut kaidah ilmu pengetahuan modern, Wallace jelas memiliki prioritas (paten) dibanding Darwin dalam kepemilikan intelektual teori evolusi atau teori seleksi alam. Beberapa ahli sejarah bahkan curiga Darwin mengambil ide Wallace secara tak patut. Kata-kata kunci teori evolusi yang dipakai Darwin di kemudian hari, seperti natural selection dan survival of the fittest, adalah ekspresi Wallace dalam surat dari Ternate.

Kala itu, Wallace mungkin tidak mempunyai kekuatan untuk mempertahankan temuannya. Dia hanya pengamat alam amatir berumur 35 tahun, relatif tidak dikenal, dan telah lebih dari empat tahun tinggal jauh di hutan-hutan tropis. Ia baru kembali ke Inggris pada 1862 dan buku terkenalnya yang berjudul The Malay Archipelago baru terbit pada 1869. Sebaliknya, Darwin, 14 tahun lebih tua, sudah mapan sebagai bagian dari masyarakat ilmiah Inggris. Ia kaya raya dengan rumah besar di Kent.

Sekarang, Linnean Society telah kembali pada pendapat bahwa Darwin dan Wallace merupakan co-discoverer-penemu bersama-teori evolusi. Hanya, adil atau tidak, setelah 150 tahun, sangat sulit bagi masyarakat untuk mengingat Wallace. Darwin tetap dikenal umum sebagai Bapak Teori Evolusi dan teori tersebut tetap dikenal sebagai Darwinisme.

***

Bagi Indonesia, warisan terbesar Wallace justru sejarah yang terlupakan itu. B.J. Habibie-waktu itu Menteri Riset dan Teknologi-mengatakan bahwa untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, Indonesia memerlukan idola dan ikon yang terjamah sebagai contoh nyata. Untuk sebagian besar putra-putri kita, nama-nama besar, seperti Albert Einstein, Isaac Newton, dan Thomas Alva Edison, sama saja dengan nama-nama khayal, seperti Superman, Batman, dan Wonder Woman.

Wallace-juga penerima anugerah Nobel Kedokteran Christiaan Eijkman-adalah nama besar dalam jagat ilmu pengetahuan dunia. Bedanya dengan Einstein atau Newton, keduanya dapat dengan nyata teraba melalui bukti-bukti peninggalan mereka, yang dengan mudah teridentifikasi sebagai bagian dari sejarah bangsa kita.

Sayangnya, di Indonesia pun Wallace masih terlupakan. Di Kota Kuching di Sarawak, lokasi tempat Wallace bekerja dan menulis "Surat dari Sarawak" rapi terurus. Di Bantimurung, dekat Makassar, Sulawesi Selatan, tempat Wallace lama bekerja, dan di Ternate, Maluku Utara, tempat teori akbar mengenai evolusi lahir, sama sekali bersih dari tanda-tanda yang mengingatkan adanya penemuan paling besar pada abad ke-19 itu. Sayang sekali.

Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Biologi Molekul Eijkman dan Ketua Yayasan Wallacea Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.