Senin, 19 Mei 2008

Berbagai Tinta Menulis Indonesia

JUNI 1815, Thomas Stamford Raffles pergi ke Tengger, Gunung Bromo, mencari manuskrip khazanah lokal setempat. Juni itu juga, ia mengunjungi Bali dan, dari Raja Buleleng, mendapatkan naskah Baratayuda versi Bali. Pergi ke Solo, ia dihadiahi Serat Manik Maya oleh Susuhunan Pakubuwono IV.

Selama pemerintahannya yang singkat di Jawa, Raffles memburu berbagai macam babad, kesusastraan Jawa. Sejumlah bupati-di antaranya Bupati Semarang Kiai Adipati Sura Adimanggala, Panembahan Sumenep Natakusuma, dan Bupati Tegal Aria Reksanegara-membantunya. Ahli arkeologi Belanda, Mayor Hermanus Christiaan Cornelius, menyuplai informasi dan menolong Raffles menerjemahkan lontar-lontar.

Di tengah kesedihan karena ditinggal mati istri dan atasannya, Lord Minto, Raffles pulang ke London dengan membawa 30 ton dokumen tentang Jawa. Dari situlah lahir dua jilid buku: The History of Java, sebuah buku babon 1.000 halaman lebih yang berisi pembahasan luas mengenai geografi, agrikultur, adat istiadat, sastra, agama, tumbuh-tumbuhan, ekonomi, dan statistik kependudukan Jawa.

Itulah buku yang luar biasa. Seperti Syekh Amongraga, tokoh dalam Serat Centini, Raffles menapaktilasi reruntuhan candi-candi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, serta mendeskripsikan secara teliti suasana dan anatomi candi.

Bukalah halaman tentang kunjungannya ke Candi Sewu, di Klaten, Jawa Tengah. Di hadapannya terbentang sebuah atmosfer kuno, yang menurut dia menyirap dirinya ke sebuah cita rasa arkaik yang terlupakan. Ia menatap sebuah patung penjaga, seorang raksasa gemuk, yang membawa pentungan kecil. Mulutnya bersiung. Rambutnya keriting seperti menggunakan wig. Raffles menulis, "Ekspresi wajahnya belum pernah saya temukan di India atau bagian timur lain mana pun, mukanya sangar tapi menampilkan karakter humor."

Kemampuan Raffles menggabungkan data lokal dengan buku ilmiah para ilmuwan, misalnya buku Pendeta F. Valentijn, Oud en Nieuw Oost-Indien (1724), dan buku Rumphius, Herbarium Amboinense (1741), sangat mengagumkan. Keistimewaan lain adalah betapa kitab Raffles itu dilengkapi dengan banyak gambar litografi patung yang mungkin kini sudah tak ada lagi di lokasi candi.

Tapi Raffles tak berbicara tentang kepedihan Jawa. Di tangannya, Hindia Belanda adalah Hindia yang elok, permai, tanpa kelaparan. Menurut John Bastin, sejarawan yang menulis kata pengantar The History of Java, dari Herman Warner Muntinghe-orang Inggris yang pernah bekerja sebagai sekretaris Gubernur Jenderal Willem Daendels-Raffles banyak mendapat informasi tentang eksploitasi dan kekerasan di Jawa.

Menurut sejarawan Denys Lombard (almarhum), sebagian besar buku yang dihasilkan penulis Barat tentang Nusantara saat itu berkelok-kelok di antara dua kutub yang meninabobokan: beku dalam keindahan warna-warni atau tempat mimpi romantis yang penuh nostalgia. Karena itu, dapat dimengerti mengapa publik Eropa tercengang ketika pada 1860 dari tangan Eduard Douwes Dekker muncul roman Max Havelaar.

Karya itu menyajikan sebuah gambaran yang lain tentang Hindia Belanda. Dari kamar loteng sebuah hotel kecil di Brussel, tempat pelariannya setelah kariernya sebagai asisten residen Lebak hancur, anak seorang kapten kapal itu melakukan kritik yang tajam. Dengan memakai nama samaran Multatuli (artinya "aku telah banyak menderita"), ia tanpa ampun membeberkan ketidakadilan sistem tanam paksa Hindia Belanda. Di Hindia Belanda, penduduk harus menyerahkan seperlima tanahnya ke Gubernemen, untuk ditanami kopi karena kopi penting bagi pasar Eropa.

Multatuli menampilkan kelicikan kepentingan Belanda tersebut lewat tokoh roman seorang makelar kopi di Amsterdam bernama Batavus Droogstoppel. Makelar kopi ini adalah lambang pemerasan.

***

MEMPERINGATI 100 Tahun Kebangkitan Nasional, kami menyajikan edisi khusus yang berbeda, yakni memilih 100 teks yang terbit mulai 1908 yang kami anggap berpengaruh atau memberikan kontribusi terhadap gagasan kebangsaan. Istilah teks dipakai di sini karena yang kami pilih tidak hanya buku, tapi juga pidato, laporan jurnalistik, polemik, renungan, juga roman dan puisi.

Dua karya di atas, The History of Java dan Max Havelaar, adalah contoh magnum opus pada abad ke-19. Keduanya berlainan watak. Yang satu menampilkan gambaran tentang keindahan Hindia-pesona alam dan candi-candi terpendamnya-sedangkan yang lain menghamparkan sebuah kenyataan tragik.

Indonesia, kita tahu, adalah sebuah proyek yang belum selesai. Imaji Indonesia agaknya selalu tercipta oleh tarik-menarik antara sesuatu yang eksotik seperti ditulis Raffles dan sesuatu yang memprihatinkan seperti dideskripsikan Multatuli. Seratus teks yang kami pilih ini adalah teks yang kami anggap bergerak dan mencari jalan di antara dua kutub itu untuk mendapatkan gagasan Indonesia masa depan. Melaluinya dapat direkam pergolakan pemikiran, cita-cita, atau bahkan batu sandungan menuju Indonesia yang kita impikan: Indonesia yang pluralis, kosmopolit, dan modern.

Tentu ini tak mudah. Buku yang berisi gagasan penting belum tentu buku yang populer dan dibaca oleh banyak orang. Dalam diskusi internal kami disepakati bahwa kriteria pemilihan bukan berdasarkan pada banyaknya pembacanya, melainkan pada isi dan pengaruhnya. Di sinilah muncul perdebatan tentang bagaimana kita menyikapi karya yang secara ilmiah luar biasa tapi tidak berbicara tentang aspek kebangsaan.

Bagaimana misalnya kita menimbang buku seperti Kalangwan, adikarya tentang sastra Jawa kuno, karya (mendiang) Pastor Zoetmulder. Juga bagaimana kita menempatkan The Island of Bali karya penulis Meksiko, Miguel Covarrubias (1937)-buku yang konon saat diluncurkan pertama kali di New York membangkitkan Balimania di kalangan seniman avant-garde Amerika. Setelah membaca Covarrubias, pada 1942 Soekarno mengirim duta budaya "Gong Gunung Sari" ke Amerika dan Eropa.

Tapi kami berkeras hati bahwa karya yang kami pilih adalah yang menyuarakan imaji kebangsaan. Termasuk di dalam karya-karya ini adalah teks-teks yang berasal dari lapangan kesusastraan, kesenian, bahkan dunia kebudayaan pop seperti komik. Komik Wiro karya Kwik Ing Hoo pada 1970-an-tentang anak rimba Indonesia yang berkawan dengan seekor monyet lalu mengembara dari Sumatera sampai Irian Jaya melawan penjajahan Belanda dan Jepang-adalah komik yang sanggup melambungkan imaji "nasionalisme" yang menyala pada anak-anak di zaman itu.

Kesulitan lain kami adalah mencari buku-buku sejenis yang diterbitkan dalam 20 tahun terakhir. Kita misalnya tak menemukan buku seperti The Malay Dilemma karya Mahathir Mohamad pada 1970-an yang, betapapun paradoksnya, tetap bisa aktual untuk membaca fenomena pluralitas di Malaysia saat ini.

***

MENDISKUSIKAN hal itu, kami mengundang Taufik Abdullah dan Asvi Warman Adam (sejarawan), Goenawan Mohamad (esais), Parakitri Tahi Simbolon (penulis), Dr Ignas Kleden (sosiolog), dan Putut Widjanarko (pengamat dan penerbit buku).

Taufik Abdullah berpendapat benih-benih konsepsi keindonesiaan sudah ada sebelum 1908. Dari penelitiannya, ia melihat hikayat-hikayat Aceh tentang kepahlawanan yang beredar di Jawa sedikit-banyak memberikan inspirasi pada tokoh-tokoh di Jawa tentang "ikatan imajiner saat itu untuk menjadi sebuah Indonesia".

Asvi Warman Adam berpendapat karya-karya kesarjanaan yang membongkar tragedi 30 September dan pembantaian Partai Komunis Indonesia adalah teks-teks yang penting. Teks-teks yang membongkar sejarah gelap suatu bangsa, menurut dia, berguna untuk menjadikan bangsa itu mampu membuat orientasi yang segar dalam perjalanan hidup ke depan.

Goenawan mengingatkan bahwa ada banyak polemik di media massa yang menarik sejak 1908. "Dari polemik kebudayaan di majalah Pujangga Baru sampai polemik antara harian Merdeka dan Harian Rakjat pada 1960-an," katanya.

Ignas Kleden secara cemerlang mengajak kami memberikan perhatian pada buku-buku mengenai atlas atau peta. "Saya kira atlas-atlas karya Adam Bachtiar sangat penting," katanya. Adam Bachtiar adalah pembuat atlas pertama di Indonesia, pada 1952. Usul Ignas itu mengingatkan kita bahwa, seperti pernah ditulis seorang kolektor peta Amerika bernama Thomas Suarez dalam Early Mapping of South East Asia, kolonialisme di Nusantara dimulai dari peta. Negara-negara Eropa saat itu, kata Suarez, bersaing mengirim para mualim unggul dan ahli kartografinya untuk secara khusus memetakan wilayah Nusantara.

Bahkan raksasa pemeta Belanda bernama Willem Janszoon Blaeu, yang pada 1608 mengukuhkan diri sebagai kartografer akbar dengan membuat sebuah peta dunia spektakuler dalam empat jilid, Het Licht der Zee-vaert, juga pernah berhubungan dengan Nusantara.

Kita ingat pada 1644 Karaeng Pattingalloang, seorang pangeran di Makassar, meminta VOC di Batavia mengiriminya peta dunia, empat atlas, teleskop, dan globe dunia karya Blaeu sebagai bagian negosiasi dari keinginan VOC memiliki kawasan penanaman kayu cendana di Makassar. Globe itu begitu besar, diameternya 130 sentimeter, spesialis dibuat Blaeu untuk Pattingalloang. Tujuh tahun semenjak dikirim dari Belanda, tepatnya Februari 1651, globe baru sampai di Sulawesi. Di Selebes, globe itu diarak beramai-ramai.

***

SEBULAN lebih diskusi demi diskusi dilakukan, untuk kemudian kami bisa yakin memilih 100 teks itu. Teks kami kategorikan bukan berdasarkan peringkat, melainkan berdasarkan jenisnya: buku, novel, puisi, maklumat, pidato, surat, catatan harian, polemik, laporan jurnalistik, peta, atlas, ensiklopedia, dan kitab undang-undang.

Jika sebuah buku diulas lebih panjang dari buku yang lain, itu bukan karena buku itu dianggap lebih baik dari yang lain, melainkan karena kami menganggap ada banyak aspek dari buku itu yang harus diungkap. Penulisan artikel juga tidak kami lakukan sendiri, tapi melibatkan sejumlah penulis yang kami anggap memiliki kapasitas.

Sejumlah teks kami pilih karena menampilkan perlawanan. Dari khazanah pidato, misalnya, ada ceramah Ki Hajar Dewantara, Seandainya Aku Seorang Belanda. Juga pidato Mochtar Lubis, Potret Manusia Indonesia, di Taman Ismail Marzuki, yang menghantam kemunafikan manusia Indonesia. Selain itu, ada polemik pembaruan pemikiran Islam dari Nurcholish Madjid atau seminar ekonomi dan keuangan yang diselenggarakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1966.

Ada juga buku yang membongkar mitos-mitos kebangsaan. Pemberontakan Petani Banten karya Sartono Kartodirdjo kami pilih karena membuktikan bahwa bukan hanya orang terpelajar yang menggerakkan sejarah, tapi juga orang kecil. Juga kami memilih tulisan-tulisan Soedjojono tentang nasionalisme dan seni rupa yang dengan brilian memaparkan bahwa seni rupa Indonesia memiliki watak modernismenya sendiri.

Tak lupa catatan-catatan perjalanan, seperti lawatan wartawan Adinegoro ke Eropa, yang membandingkan karakter kita dengan karakter orang Eropa, perjalanan keliling jurnalis Parada Harahap ke Sumatera, atau petualangan sastrawan Gerson Poyk ke pelosok-pelosok terpencil Indonesia.

Nationalism and Revolution in Indonesia karya George McTurnan Kahin kami sertakan karena Kahin memberikan sumbangan penting bagi studi tentang revolusi Indonesia. Pada musim semi 1948, Kahin sempat bertemu dengan Sjahrir, yang bersama asistennya, Soedjatmoko Mangoendiningrat, sedang berada di New York untuk sebuah acara di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dari Sjahrir, Kahin mendapat sehelai surat untuk disampaikan kepada Menteri Luar Negeri Haji Agus Salim. Surat itulah "visa" buat Kahin untuk memasuki teritori Indonesia yang sedang dikuasai tentara. Lalu masuklah Kahin ke Indonesia dan lahirlah Nationalism and Revolution in Indonesia-buku yang tanpa malu-malu diakui Kahin sebagai wujud keberpihakannya kepada Indonesia.

Dari ranah pemikiran keagamaan, kami memilih Catatan Harian Ahmad Wahib. Renungan-renungan anak pesantren Bangkalan itu bisa jadi menjadi inspirasi bagi siapa saja kini yang mengangankan Islam menjadi agama yang kosmopolit, inklusif, dan tak canggung pada kebebasan berpikir. "Aku bukan nasionalis, bukan Katolik, bukan sosialis. Aku bukan Buddha, bukan Protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim," tulis Wahib dalam catatannya pada 9 Oktober 1969.

Demikianlah, teks-teks pilihan kami ini mungkin belum merepresentasikan seluruh simpul pergolakan pemikiran sejarah Indonesia modern 100 tahun terakhir. Mungkin banyak yang tertinggal atau terlupakan, atau ada yang kami pilih tapi tak tepat menurut Anda. Pada akhirnya, tak ada yang sempurna dalam sebuah pilihan. Selamat membaca.

(1)  Demokrasi Kita
      Penerbit: PT Pustaka Antara, Jakarta (1966)
(2)  Dasar Politik Luar Negeri Indonesia
      (Mendajung Antara Dua Karang)
      Penerbit: Penerbitan Negara, Yogyakarta (1946),
      NV Bulan Bintang (1976 dan 1988)
(3)  Beberapa Fasal Ekonomi
      Penerbit: Balai Pustaka (1942), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (1954)
(4)  Di Bawah Bendera Revolusi (Jilid I)
      Penerbit: Panitya Penerbit, 17 Agustus, 1959 (I),
      1963 (II), 1965 (IV), Yayasan Bung Karno, 2005 (V)
(5)  Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945
      Penerbit: Sekretariat Negara; jilid pertama, tahun 1959;
      jilid kedua, 1960, jilid ketiga, 1960
(6)  Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959
      Penerbit: Grafiti Pers Tahun terbit: 1995
(7)  Massa Actie in Indonesia
      Terbit: Desember 1926 (Singapura), 1947 (Jakarta),
      1986 (Yayasan Massa, Jakarta)
(8)  Dari Pendjara ke Pendjara
      Terbit: 1948
(9)  Madilog
      Terbit: 1943
(10) Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia
       Penerbit: Dinas Sejarah Angkatan Darat dan Penerbit Angkasa,
       Bandung, 1977, 11 jilid
(11) The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia
       Penerbit: Ithaca: Cornell University Press (1973)
(12) Dualistische Economy
       Penerbit: Leiden: Van Doesburgh (1930)
(13) Seni Lukis, Kesenian, dan Seniman
       Penerbit: Yayasan Aksara Indonesia, Yogyakarta (2000).
(14) Nationalism and Revolution in Indonesia
      Penerbit: Cornell University Press (1952)
(15) Indonesian Political Thinking: 1945-1965
       Penerbit: Ithaca, New York (1970)
(16) The Religion of Java
       Penerbit: The University of Chicago Press, Chicago,
       dan The University of Chicago, Ltd., London (1960)
(17) Netherlands Indie, A Study of Plural Economy
       Penerbit: Cambridge: At The University Press dan New York:
       The Macmillan Company (1944).
(18)  Capita Selecta
       Penerbit: Bulan Bintang, Jakarta, (jilid I, 1955)
       dan Pustaka Pendis, Jakarta, (jilid II, 1955)
(19)  Indonesia in den Pacific-Kernproblemen van den Aziatischen
        Penerbit: Penerbit Sinar Harapan (1937)
(20)  Perubahan Sosial di Yogyakarta
        Penerbit: Gadjah Mada University Press, 1990
(21)  Dasar-dasar Pemikiran Tentang Akselerasi Modernisasi Pembangunan 25 Tahun
       Penerbit: Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta (1973)
(22) Manusia dan Kebudayaan di Indonesia
       Penerbit: Djambatan, Jakarta (1971)
(23) Politik Luar Negeri Indonesia dan Pelaksanaannya Dewasa Ini
       Penerbit: Alumni, Bandung (1983)
(24) Art in Indonesia: Continuities and Change
       Penerbit: Cornell University Press, New York (1967)
(25) An Introduction to Indonesia Historiography
       Penerbit: Cornell University, Amerika Serikat, 1965
(26) Science and Scientists in the Netherlands Indies
       Penerbit: Board for the Netherlands Indies, Surinam & CuraƧao, New York (1945)
(27) Alam Asli Indonesia: Flora, Fauna, dan Keserasian
       Penerbit: Yayasan Indonesia Hijau dan Gramedia (1986)
(28) Ekonomi Pancasila: Gagasan dan Kemungkinan
       Penerbit: LP3ES, Jakarta (1981)
(29) NU, Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru
       Penerbit: LKiS dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994
(30) Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungjawaban)
       Penerbit: Yayasan Idayu, Jakarta (1981)
(31) Catatan Subversif
       Penerbit: Yayasan Obor Indonesia dan PT Penerbit Gramedia (1987)
(32) Pembagian Kekuasaan Negara
       Penerbit: Aksara Baru (1978)
(33) Laporan dari Banaran
       Penerbit: Sinar Harapan (1960)
(34) Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin
       Penerbit: Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (1983)
(35) Six Decades of Science and Scientists in Indonesia
       Penerbit: Naturindo, Bogor (2005)
(36) Pemberontakan Petani Benten
       Penerbit : PT Dunia Pustaka jaya, Jakarta (1984)
(37) Pedoman Etik Penelitian Kedokteran Indonesia
       Penerbit: Fakultas Kedokteran UI (1986)
(38) A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia.
       Penerbit: Modern Indonesia Project, Southeast Asia Program,
       Cornell University, Ithaca, New York (1971)
(39) 125 Tahun Pendidikan Dokter di Indonesia 1851-1976
       Penerbit: Fakultas Kedokteran UI (1976)
(40) Ekologi Pedesaan: Sebuah Bunga Rampai
       Penerbit: CV Rajawali, Jakarta (1982)
(41) Di Tepi Kali Bekasi
       Penerbit : Hasta Mitra Jakarta (1951)
(42) Tetralogi Pulau Buru
       Bumi Manusia (1980); Anak Semua Bangsa (1980),
Jejak Langkah (1985); Rumah Kaca (1988)
       Penerbit : Hasta Mitra Jakarta
(43) Siti Nurbaya
       Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta (1920)
(44) Belenggu
       Penerbit: Dian Rakyat, Jakarta (1940)
(45) Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma
       Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1948)
(46) Surabaya
       Penerbit : Merdeka Press, Jakarta (1974)
(47) Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesai
       Penerbit : Dian Rakyat, Jakarta (1949)
(48) Layar Terkembang
       Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1936)
(49) Salah Asuhan
       Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1928)
(50) Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
       Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1938)
(51) Jalan Tak Ada Ujung
       Penerbit: PT Dunia Pustaka Djaya, Jakarta (1952)
(52) Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei
       Penerbit: PT Gunung Agung, Jakarta (1954)
(53) Revolusi di Nusa Damai
       Penerbit: Harper & Brother (Revolt in Paradise, 1961), PT Gunung Agung (1964)
(54)  Bebasari
        Penerbit: Fasco Djakarta (Cetakan ke-2, 1953)
(55)  Burung-burung Manyar
        Penerbit: Djambatan (1981)
(56)  Sandhyakala Ning Majapahit
       Penerbit: Pustaka Jaya (1971)
(57)  Naskah Proklamasi
(58)  Indonesia Vrij 1928
       (dalam buku karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1)
(59)  Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat
       Orasi: Menteng Raya 58, Jakarta (2 Januari 1970)
(60) Dekrit Presiden 5 Juli 1959
(61) Garis-Garis Besar Haluan Negara
(62) Pidato B.J. Habibie di Bonn, Jerman, pada 14 Juni 1983:
       Beberapa Pemikiran tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Berkembang
(63) Seandainya Aku Seorang Belanda (Als Ik Eens Nederlander Was) .
(64) Pidato Lahirnya Pancasila
(65) Hasil-hasil Seminar Ekonomi Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia 1966
(66) Pidato Nirwan Dewanto Saat Kongres Kebudayaan IV
(67) Manifes Kebudayaan
(68) Surat Kepercayaan Gelanggang
(69) Sumpah Pemuda
(70) Maklumat Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin mengenai Kemerdekaan Pers
(71) Habis Gelap Terbitlah Terang
      Penerbit : Balai Pustaka, Jakrta (1922)
(72) Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demostran
      Penerbit : LP3ES Jakarta (1983)
(73) Pergolakan Pemikiran Islam
      Penerbit : LP3ES Jakarta (1981)
(74) Polemik Manifesto Politik
      Publikasi : Harian Rakjat dan Merdeka (3-8 Juli, 1964)
(75) Perjuangan Kita
      Publikasi: Berbentuk pamflet mulai 14 November 1945.
      Pusat Dokumentasi Politik Guntur menerbitkan ulang pada 2001
(76) Melawan Melalui Lelucon
       Publikasi: Majalah Tempo 1975-1983.
       Kumpulan artikel diterbitkan Pusat Data dan Analisa Tempo tahun 2000
(77) Polemik Soetatmo versus Tjipto
       Publikasi: Pamflet berjudul Nota van Schrieke. Dibukukan Yayasan Obor Indonesia pada 1986
(78) Polemik Kebudayaan
       Publikasi: Majalah Pujangga Baru (1935)
(79) The Integrative Revolution: Primordial Sentiments and Civil Politics in the New States
       Publikasi: Basic Book, New York (1963)
(80) Defisiensi Vitamin B1: Artikel tentang Eijkman dan Hasil Penelitiannya
       Publikasi: Temuannya memenangkan Nobel pada 1929
(81) Student Indonesia di Eropa
       Publikasi: Harian Bintang Timoer 1926-1928.
       Kepustakaan Populer Gramedia membukukannya pada 2000
(82) Pranakan Arab dan Totoknja
       Publikasi: Harian Matahari, Semarang (1934)
(83) Masalah Tionghoa di Indonesia: Asimilasi vs Integrasi Publikasi: Mingguan Star Weekly 6 Februari 1960-25 Juni 1960.
       Lembaga Pengkajian Masalah Pembauran membukukannya pada 1999
(84) Penduduk dan Kemiskinan
       Penelitian: Studi kasus di pedesaan Jawa. Diterbitkan oleh Bhratara Karya Aksara (1976)
(85) Deru Campur Debu
      Penerbit: Dian Rakyat, Jakarta 1949
(86) Tirani dan Benteng
      Penerbit: Yayasan Ananda, Jakarta (1993-edisi baru)
(87) Potret Pembangunan Dalam Puisi
      Penerbit : Lembaga Studi Pembangunan Jakarta 1980
(88) Aku Ingin Jadi Peluru
       Penerbit : Indonesia Tera, Magelang 2000
(89) Wiro ”Anak Rimba Indonesia”
      Penerbit: Liong, Semarang (1956)
(90) Keulana
       Penerbit: Firma Harris, Medan (1959)
(91) Matinya Seorang Petani
      Penerbit: Majalah Indonesia (1955)
(95) Tirto dan Koran Pergerakan
       Koran Medan Prijaji (1907-1912)
(96) Sepotong Sejarah Jakarta
      Kisah-kisah Jakarta
      Penerbit: PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta (1977)
(97) Lawatan ke Pelosok Negeri
      Catatan di Sumatera Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta (1949)
(98) Atlas Indonesia
      Penerbit : NV Djambatan Jakarta (1952)
(99) Ensiklopedia Indonesia
       Penerbit : W Van Hoove Ltd, Bandung (1955)
(100) Kamus Umum Bahasa Indonesia WJS Poerwadarminta
        Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta (1952)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.