RUMAH panggung berlantai dua di jantung Kota Bukit Tinggi itu tak mengenal hari libur. Tiap hari, sejak pintu kayunya dibuka hingga jarum jam menunjuk ke angka empat di sore hari, saat Susilo, penjaganya, merapatkan pintu, ada saja pengunjung yang ingin menjenguk isinya. Tak banyak memang. "Sekitar 500 orang tiap bulannya," ujar Nyonya Susilo. Jumlah tamu tak pernah beranjak jauh dari angka itu, sejak replika rumah tersebut dibangun tujuh tahun silam, hingga sekarang, saat bangsa ini memperingati seratus tahun lahirnya penghuni rumah tersebut, negarawan Mohammad Hatta.
Mungkin karena lokasinya yang tenggelam di antara deretan bangunan toko baru yang kukuh dan mentereng? Atau barangkali disebabkan oleh tak adanya riasan untuk mempercantik rumah yang dinding sampingnya terbuat dari anyaman bambu itu? Bisa jadi. Tapi, bila Hatta masih hidup, ia tentu amat setuju dengan tindakan panitia peringatan satu abad Bung Hatta yang membiarkan rumah itu polos tanpa diberi gincu.
Peringatan satu abad Bung Hatta yang mengambil tema "Santun, Jujur, Hemat" ini amat selaras dengan sifat tokoh tersebut. Tidak ada hura-hura. Sayangnya, begitu "patuh"-nya panitia pada aspek hemat tadi, acara besar itu jadi kurang tersosialisasi. Ketika memutar mata di kota sejuk Bukit Tinggi awal Juli lalu, misalnya, wartawan TEMPO tak menangkap kegairahan penduduk untuk berpartisipasi dalam perhelatan besar guna memper-ingati seorang warganya yang dilahirkan 12 Agustus seabad lalu.
Kehidupan berjalan seperti biasa. Hanya ada beberapa helai spanduk putih di kantor-kantor pemerintahan yang mencoba mengingatkannya. Tulisan di dalamnya tak memberikan informasi apa-apa: "Seabad Bung Hatta: Arif, Hemat, Santun, dan Sederhana." Namun Nurhayati Natsir, panitia lokal di Bukit Tinggi, menjamin keadaan kota ini akan semarak menjelang puncak acara, 10 Agustus.
Beberapa kegiatan sudah dirancang akan dilakukan di kota ini. Salah satunya napak tilas ke makam ayahanda Bung Hatta di Batu Hampar, 90 kilometer di luar Kota Bukit Tinggi-suatu kegiatan yang kerap dilakukan Hatta kecil untuk mengenang ayahnya, yang hanya dikenalnya selama 8 bulan. Rencananya, Wakil Presiden Hamzah Haz akan hadir dalam acara ini. Puncaknya adalah peringatan seabad Bung Hatta yang dipusatkan di Istana Bung Hatta dengan menggelar opera tentang perjalanan hidup sang proklamator.
Acara di Bukit Tinggi dan di Jakarta, tanggal 12 Agustus, adalah puncak dari rangkaian kegiatan Peringatan Seabad Bung Hatta yang telah dicanangkan oleh Panitia Pelaksana Peringatan Seabad Bung Hatta setahun lalu. Rangkaian kegiatan lainnya cukup beragam. Seminar, misalnya, dibuat berseri setiap tanggal 12 sejak April lalu di tujuh perguruan tinggi. Selain itu, menurut koordinator harian panitia, Indra Abidin, ada sarasehan, pameran, penayangan iklan layanan masyarakat, konferensi nasional, pembuatan situs Bung Hatta, lomba karya tulis, penerbitan kartu telepon, pemilihan perusahaan teladan, dan festival budaya.
Kegiatan lainnya adalah penerbitan buku yang berisi pemikiran Bung Hatta di era sebelum kemerdekaan yang dianggap masih relevan di masa kini. Salah satunya pengumpulan tulisan Bung Hatta dalam majalah Daulah Rakjat selama tahun 1931-1934 dan penerbitan buku agenda yang berisi kata-kata bijak Bung Hatta. Kelihatannya ini sebuah perhelatan raksasa. Dana yang dibutuhkan, menurut salah seorang panitia pelaksana, Dradjat Natanagara, mencapai sekitar Rp 7 miliar, yang sebagian besar berasal dari dana sponsor beberapa perusahaan, BUMN, dan sedikit donatur. Namun, hingga akhir Juli lalu, dana yang terkumpul baru sekitar Rp 1,2 miliar. Apa boleh buat, the show must go on. Alhasil, untuk beberapa kegiatan, panitia harus rela merogoh kantong sendiri, misalnya dalam penerbitan agenda, buku, spanduk, dan umbul-umbul. "Memang jadinya tidak gegap-gempita, tapi yang penting kan pesan kami sampai ke masyarakat," ujar Dradjat.
Menurut Meutia Farida Swasono, anak sulung Bung Hatta, perhelatan seabad ayahnya ini memang lebih ditujukan untuk memperkenalkan kembali sosok dan pemikiran Bung Hatta yang selama ini sudah banyak dilupakan orang. Padahal, menurut dia, pemikiran Bung Hatta dipenuhi ide yang telah jauh me-lewati waktu. "Enam puluh tahun yang lalu dia sudah berbicara soal lingkungan, globalisasi, dan kemerdekaan negara-negara di Asia Pasifik," katanya.
Upaya memperkenalkan kembali sosok Bung Hatta itu juga dilakukan PT Pos Indonesia. Seperti saat peringatan seabad Bung Karno tahun lalu, tahun ini mereka menerbitkan prangko edisi seabad Bung Hatta. Persiapannya lumayan matang karena telah dilakukan sejak dua tahun lalu. Kata Dadan Rusdiana, Asisten Manajer Divisi Bisnis Filateli PT Pos Indonesia, tepat pada tanggal 12 Agustus pihaknya meluncurkan empat macam prangko serial Bung Hatta yang dicetak masing-masing sebanyak 1 juta lembar, ditambah lagi satu souvenir sheet yang berbentuk prangko plus foto Bung Hatta. Keempat macam prangko itu, ujarnya, mengisahkan kembali perjalanan hidup Bung Hatta, yaitu ketika dia remaja, kuliah, di masa perjuangan kolonial, dan masa kemerdekaan. "Sebenarnya kami ingin menampilkan masa kanak-kanaknya, tapi kami kesulitan mendapatkan fotonya," ujar Dadan kepada E.K. Dewanto dari Tempo News Room.
Bank Indonesia melakukan aktivitas serupa. Sebanyak 2.000 keping uang emas dan perak bertajuk "Peringatan Satu Abad Bung Hatta" akan diluncurkan. Sayang, koin khusus ini tak punya corak yang khas. Desainnya hampir tak berbeda dengan uang koin kebanyakan. Gambar Garuda Pancasila ada di bagian muka dan di bagian belakang diletakkan gambar Bung Hatta plus tulisan "Satu Abad Bung Hatta (1902-2002)".
Menurut Deputi Direktur Pengedaran Uang Bank Indonesia, Lucky Fathul A.H., koin khusus ini akan diluncurkan bertepatan dengan hari seratus tahun Bung Hatta dan akan dijual ke masyarakat dengan harga yang berbeda. Koin emas, yang terbuat dari bahan emas 24 karat dengan kadar 0,99 persen, dijual seharga Rp 3 juta, sedangkan yang terbuat dari perak dibanderoli harga Rp 750 ribu-sebuah harga yang mahal untuk memperkenalkan sosok tokoh yang sederhana ini.
Upaya pengenalan Bung Hatta yang lebih efisien dan terjangkau masyarakat adalah yang dilakukan dua stasiun televisi nasional, Metro TV dan SCTV. Kedua stasiun ini tengah mempersiapkan paket acara yang mengetengahkan kembali sosok dan sepak terjang Bung Hatta. Kata Shanti Ruwyastuti, Produser Eksekutif Metro TV, bertepatan dengan hari lahir Bung Hatta, mereka akan menyajikan tayangan dokumenter yang berlangsung satu jam. "Isinya secara garis besar tak berbeda dengan dokumenter Bung Karno tahun lalu, yakni menekankan kronologi perjalanan politik, perjalanan pribadi, dan apa saja yang menjadi warisannya kepada bangsa Indonesia," ucap Shanti. Semestinya tayangan ini akan menarik. Pasalnya, Metro TV akan mendapat pasokan materi dari Arsip Nasional, yang memiliki gambar Bung Hatta yang terbilang lengkap. Nah, materi program ini selanjutnya akan direkam dalam bentuk cakram video alias VCD untuk diperbanyak dan dijual kepada umum.
Lain lagi SCTV. Selain menayangkan program dokumenter dan membuat liputan khusus pelaksanaan perayaan ulang tahun seabad Bung Hatta di beberapa tempat, mereka berencana menyiarkan langsung perhelatan besar di Bukit Tinggi. Siaran langsung ini, kata Budi Dharmawan, Kepala Humas SCTV, kepada Deddy Sinaga dari Tempo News Room, bersifat eksklusif. Ditilik dari jenis acaranya, tayangan langsung ini belum pasti akan beroleh iklan yang berjejal. Lantas untuk apa mereka repot-repot melakukan itu? "Penghormatan kepada bapak bangsalah, kepada dia yang telah membuat kemerdekaan itu terwujud bersama pahlawan-pahlawan yang lain," ucap Budi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.