Puisi-puisi itu mengembuskan keberanian. Pada 1966, tatkala mahasiswa tertembak mati, sajak-sajak Tirani dan Benteng karya Taufiq Ismail adalah sebuah energi. Ketika pada 1978 kampus-kampus bergolak, sajak-sajak pamflet Rendra turut membakar, memberikan nyali kepada mahasiswa. "Aku tulis pamplet ini, karena lembaga pendapat umum ditutupi jaring labah-labah...." Adapun puisi Wiji Thukul paling populer dibacakan dalam rangkaian demonstrasi pada 1990-an: "Hanya satu kata: Lawan".
Inilah buku-buku puisi yang ikut berperan dalam mengkritik rezim. Kumpulan puisi yang mengikuti jejak, sajak-sajak si binatang jalang Chairil Anwar, yang kami anggap dari tahun 1945-an sampai kini pun mampu memberikan rasa perlawanan.
Selain itu, kami juga menyajikan komik yang dalam pandangan kami mampu membuat imajinasi anak-anak pada zamannya melayang pada sikap antikolonial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.