Malam Jumat Pahing. Sebutan itu keluar dari mulut Dipa Nusantara Aidit, Ketua Partai Komunis Indonesia, saat ia menyebutkan hari-H dari sebuah operasi rahasia. "Kita tak boleh terlambat," ujarnya kesal saat ada anggota Politbiro lain menyangsikan eksistensi Dewan Jenderal dan rencana mereka untuk melakukan kup terhadap Presiden Soekarno.
Peristiwa malam Jumat Pahing yang kelak dikenal sebagai Gerakan 30 September itu direka ulang lewat film kolosal Pengkhianatan G-30-S/PKI (1982). Itulah pertama kalinya masyarakat bisa menyaksikan rekaan wajah Aidit dengan jelas melalui interpretasi Syu'bah Asa. Bagaimana gayanya berbicara, bagaimana ekspresinya saat berpikir, termasuk caranya mengepulkan asap rokok. Ada saat Aidit hanya disorot dengan close-up pada gerak bibirnya, terutama ketika menunjukkan strategi yang tengah dirancang. Aidit hasil tafsiran sutradara Arifin C. Noer adalah Aidit yang penuh muslihat.
Adalah Syu'bah Asa, budayawan yang kala itu wartawan majalah Tempo, yang didapuk Arifin sebagai sang gembong PKI. "Tadinya saya ingin memberikan perwatakan yang lebih utuh," ungkap mantan Ketua Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta ini, "tapi Arifin bilang tak perlu karena dia hanya butuh beberapa ekspresi saja."
Maka, seperti tersaji di film berdurasi 271 menit itu, pada saat Aidit muncul di layar, yang tersodor adalah fragmen-fragmen seperti mata yang mendelok-delok marah atau gaya merokok yang menderu-deru gelisah. "Saya tidak merasa sukses memainkan peran itu," kata Syu'bah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.